
SUKABOGOR.com – Kasus perundungan yang menimpa mahasiswa Universitas Udayana, Timothy Anugrah, telah memicu perhatian luas dari kalangan akademisi hingga pengambil kebijakan. Kasus ini membuka kembali obrolan krusial tentang bagaimana lingkungan kampus semestinya menjadi loka yang aman dan mendukung bagi setiap mahasiswa. Mendikti bahkan menyatakan keprihatinannya yang mendalam terhadap kasus ini, menyadari bahwa perundungan di lingkungan pendidikan tinggi dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan keselamatan mahasiswa.
Keprihatinan Mendalam dari Kementerian Pendidikan
Menteri Pendidikan Tinggi, yang dikenal dengan panggilan Mendikti, menyampaikan rasa terkejutnya waktu mendengar kabar mengenai perundungan yang dialami oleh Timothy. Dalam sebuah wawancara dengan Kompas.com, Mendikti berbagi bahwa dirinya segera menghubungi Rektor Universitas Udayana buat mendapatkan penjelasan terkait insiden tersebut. “Saya ingin memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil oleh pihak universitas buat menangani kasus ini. Perundungan tidak memiliki tempat dalam sistem pendidikan kita,” katanya.
Mendikti juga menyerukan kepada semua institusi pendidikan untuk menegakkan kebijakan kosong toleransi terhadap perundungan. Menurutnya, universitas harus menjadi loka yang mempromosikan inklusivitas dan menghargai keberagaman. “Kampus harus menjadi ruang yang aman di mana setiap mahasiswa dapat mengejar pendidikan tanpa rasa takut. Aku mendesak seluruh rektor untuk meninjau dan memperkuat kebijakan anti-bullying mereka,” tegasnya.
Pernyataan Sikap Terhadap Kejadian Tragis
Kasus Timothy ini mendapatkan perhatian tak hanya sebab keprihatinan Mendikti, namun juga karena keterlibatan rumah sakit dalam kasus tersebut. Beberapa dokter koas (kandidat dokter yang sedang menjalani program koasistensi) di RSUP Ngoerah dilaporkan telah dikembalikan ke institusinya akibat dugaan keterlibatan mereka dalam perundungan yang menyebabkan kematian mahasiswa tersebut. ANTARA News melaporkan bahwa pihak rumah sakit menegaskan komitmennya untuk tak menoleransi perilaku yang tidak etis di lingkungan mereka.
Selain itu, kasus ini juga menjadi pengingat bagi berbagai universitas dan rumah nyeri pendidikan buat lebih aktif memantau dan membina hubungan antar mahasiswa. Esensi pendidikan kedokteran bukan hanya sekadar mengasah keterampilan medis mereka, tetapi juga membentuk profesional yang beretika. Oleh karenanya, penanganan kasus ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi institusi lain dalam menangani isu serupa di masa depan.
Dukungan dan intervensi dari berbagai pihak diharapkan dapat mengubah tragedi ini menjadi katalis untuk reformasi kebijakan yang lebih kuat dalam menangani perundungan di kampus. Dengan adanya langkah-langkah preventif dan tindakan tegas terhadap pelanggaran, diharapkan lingkungan belajar di universitas dapat menjadi lebih aman dan manusiawi bagi semua mahasiswanya.




